Puisi Aku Bagiku

Standar

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorangpu kan merayu
Tidak juga kau
Puisi “aku” merupakan salah satu master piece sang penyair Chairil Anwar yang kuhafal dengan sangat baik. Bahkan terkadang terasa akulah yang menyusunnya karena tiap baitnya merupakan gambaran jiwaku sendiri. Terasanya semangat kebebasan dan sikap tak acuh khas anak muda didalam maknanya, karena akupun masih muda.

Puisi ini ditulis oleh Chairil Anwar ditahun 1943, tepat ketika Chairil Anwar berumur 21 tahun. Hal yang sangat langka untuk saat ini. diusia muda sudah dikenal sebagai penyair tak tanggung – tanggung puisi – puisinya merupakan pendobrak benteng kokoh puisi lama menjadi puisi modren yang lebih bebas tanpa aturan persajakan.

Puisi ini mempunyai dua versi, puisi yang berjudul “ aku” yang dicantumkan dalam “Deru Campur Debu (DCD)” dan “semangat” yang tercantum dalam “Kutahu (KT)” hal ini terjadi salah satunya mungkin karena Chairil Anwar terkadang tidak puas dangan apa yang telah dia tulis hal ini juga akan terjadi dengan karyanya yang lain. Yang kedua karena penjajah jepang yang melarang karya – karya yang bersifat propaganda sehingga beberapa larik harus dirubah.

Dalam tulisan ini aku sedikit mencoba menafsirkan puisi ini melalui kaca mata orang awam dalam sastra, aku ingin mencoba menafsirkan puisi ini seperti apa yang kurasakan dalam jiwaku.

Judul “aku” merupakan keangkuhan, ingin lebih dari yang lain,dan anggapan hanya akulah orang lain tidak.

“kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau”
Bait diatas bagiku adalah sikap menolak untuk dikungkung. Biarlah biarku sendiri yang berusaha, aku yang menjalani hidukanku dan jangan perdulikanku. Biarlah kesempatan ini aku yang gunakan jangan ganggu atas apa yang aku punya saat ini.

“Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
dari kumpulannya terbuang”
bagiku bait ini merupakan ungkapan tak perlulah cemas atau gundah aku bukan sesuatu yang berharga. Hanya binatang jalang yang jelas – jelas tidak berharga bahkan terbuang diabaikan oleh kelompoknya. Tak perlulah diperdulikan

“biar peluru menembus kulitku
aku tetap meradang menerjang”
bait ini mengutakan kecuekan dan ketidak perdulian apapun yang terjadi akan tetap semangat mengejar kebebasan yang kucari. Keinginan yang kuraih tanpa seseorang yang akan menghalangi.

“Luka dan bisa kubawa berlari
berlari
Hingga hilang pedih dan perih”
Bait ini menggambarkan ketabahan apapun yang terjadi segala kesulitan apapun akan tetap dihadapi. Perjuangan ini akan tetap dilalui walau harus menderita karenanya bahkan saking menderitanya sakit itupun tak lagi terasa.

“Dan aku lebih tak perduli
aku mau hidup seribu tahun lagi”
bait terakhir ini secara kasat menggambarkan sebuah kesombongan masa muda merasa kematian masih jauh dari hadapan. Masa muda begitu panjang untuk menikmati segala perjuangan.

Akhirnya aku mengatakan aku masih muda…

Satu tanggapan »

Tinggalkan komentar